Tugas : Teori-teori Organisasi
TEORI POST MODERN
OLEH:
IRWANTO
106510502514
IV E
Fakultas ilmu sosial dan ilmu
politik
Jurusan administrasi Negara
Fakultas ilmu sosial dan ilmu
politk
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan filsafat
fenomenologi pada masa awal abad ke dua puluh yang mengkritisi pendekatan
matematis dari modernisme kemudian membawa suatu pendekatan baru dalam
estetika.Dalam fenomenologi, perhatian lebih diarahkan kepada keberadaan subjek
yang mempersepsi objek daripada kepada objek itu sendiri. Dengan kata lain hal
ini dapat dikatakan sebagai: membuka kemungkinan adanya subjektivitas. Hal ini
menimbulkan kesadaran akan adanya konteks ruang dan waktu; bahwa pengamat dari
tempat yang berbeda akan memiliki standar penilaian yang berbeda, dan begitu
pula dengan pengamat dari konteks waktu yang berbeda. Pemikiran inilah yang
kemudian akan berkembang menjadi postmodernisme.dari terbukanya kemungkinan
untuk bersifat subjektif memberi jalan bagi keberagaman dalam estetika,
B. Rumusan Masalah
1. Bagiman
pengaru teori post moderen terhadap organisasi formal maupun non formal
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui
pengertian postmodern
2. Untuk mengetahui
ciri-ciri dari periode postmodern
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar
belakang munculnya post modren
Banyak faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya postmodern.Pada umumnya yang dianggap sebagai
titik tolak lahirnya postmodern adalah filsafat Nietzschean, seperti
penolakannya terhadap absolutisme filsafat Barat dan sistem pemikiran
tunggal.Menurut Sarup (2003: 231-232) postmodernisme adalah gerakan kultural
yang semula terjadi di masyarakat Barat tetapi telah menyebar ke seluruh dunia,
khususnya dalam bidang seni. Beberapa masalah pokok yang dikaitkan dengan
postmodernisme dalam bidang seni, antara lain hilangnya batas-batas sekaligus
hierarki antara budaya populer dengan budaya elite, budaya massa dengan budaya
tinggi. Dalam karya sastra, misalnya, hilangnya batas-batas yang tegas antara
seniman sebagai pencipta dengan pembaca sebagai penerima, bahkan pengarang
dianggap sebagai anonimitas.
Dalam karya seni juga terjadi pergeseran dari keseriusan, dari kedalaman ke permukaan,
ke permainan sehingga terjadi ironi, parodi, interteks, dan pastiche.Secara
umum, postmodernisme merupakan hasil gerakan mahasiswa 1968.Oleh karena
kekuatan negara tidak dapat dihancurkan, maka postmodernisme mencoba menemukan
jalan melalui struktur bahasa, melalui kekuatan wacana.Struktur bahasa dan
dengan demikian struktur teks menjadi model, semua disiplin dianggap sebagai
tulisan, sebagai teks dan wacana, sehingga pemecahannya pun dapat dilakukan
secara tekstual.Sasarannya adalah semua sistem pemikiran total, khususnya
organisasi politik yang didasarkan atas struktur masyarakat secara keseluruhan.
Pada awalnya estetika merupakan studi tentang keindahan, baik dalam karya seni
maupun keindahan alam pada umumnya.Atas dasar pengaruh Plato, sebagian para
filsuf memandang keindahan sebagai kualitas intrinsik yang terkandung dalam
objek.Berbeda dengan pendapat tersebut, pendekatan semiotika, khususnya periode
postmodern lebih banyak memberikan perhatian pada tanda-tanda, sebagai estetika
semiotis, dengan pertimbangan bahwa kualitas estetis bersumber dari dan
dihasilkan melalui pemahaman terhadap sistem tanda. Menurut Noth (1990:
421-428), dengan mempertimbangkan keterlibatan filsuf Jerman, Baumgarten dan
Lambert, mereka menggunakan istilah estetika dan semiotika pada abad ke-18,
secara historis semiotika dan estetika memiliki asal-usul yang hampir sama.
Apabila teori-teori tradisional mengenai seni cenderung didasarkan atas dua
prinsip yang berbeda, bahkan bertentangan, yaitu karya seni sebagai
tiruan (mimesis) dan karya seni sebagai karya seni (I’art
pour I’art), semiotika estetis didasarkan atas prinsip semantis dan
pragmatis. Estetika semantik dicirikan oleh karya seni sebagai memiliki
tipe-tipe tanda tertentu dengan mode referensi tertentu juga, sedangkan
estetika pragmatis dicirikan melalui hakikat dan kemampuan karya seni sebagai
komunikasi.
Kualitas estetis dapat dipahami semata-mata melalui tanda, sebagai sistem
komunikasi.Dalam sastralah, sebagai bahasa model kedua, sebagai teks, sistem
tanda tersebut dieksploitasi secara maksimal. Dengan kalimat lain, teks sastra
secara keseluruhan merupakan sistem tanda dan demikian juga sebagai sistem
komunikasi. Kualitas estetis jelas paling banyak ditunjukkan dalam stilistika
dan gaya bahasa pada umumnya.dalam hal ini genre puisilah yang
paling banyak berperan.
B.
Pengertian Postmodern
Menurut Pauline
Rosenau (1992) postmodern merupakan kritik atas masyarakat modern dan
kegagalannya memenuhi janji-janjinya.Juga postmodern cenderung mengkritik
segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas, yaitu pada akumulasi
pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan
teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan
prioritas-prioritas modern seperti karier, jabatan, tanggung jawab personal,
birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme, egalitarianisme, penelitian
objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan
rasionalitas. teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya
dikenal dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan
sebagainya.
Dalam bukunya Mengenal
Posmodern : for begginers, Appignanesi, Garrat, Sardar, dan Curry (1998)
mengatakan bahwa postmodern menyiratkan pengingkaran, bahwa ia bukan modern
lagi. Postmodernisme, pada hakikatnya, merupakan campuran dari beberapa atau
seluruh pemaknaan hasil, akibat, perkembangan, penyangkalan, dan penolakan dari
modernisme Postmodernisme adalah kebingungan yang berasal dari dua teka-teki
besar, yaitu:
Ia melawan dan mengaburkan
pengertian postmodern ia menyiratkan pengetahuan yang lengkap tentang modern
yang telah dilampaui oleh zaman baru. Sebuah zaman, zaman apapun, dicirikan
lewat bukti perubahan sejarah dalam cara kita melihat, berpikir, dan
berbuat. Kita dapat mengenali perubahan ini pada lingkup seni, teori, dan
sejarah ekonomi.
C.
Ciri-Ciri Postmodern
Terdapat delapan karakter
sosiologis postmodern yang menonjol, yaitu :
1)
Timbulnya pemberontakan secara kritis terhadap
proyek modernitas; memudarnya kepercayaan pada agama
yang bersifat transenden (meta-narasi); dan diterimanya pandangan pluralisme
relativisme kebenaran.
2)
Meledaknya industri media massa, sehingga ia
bagaikan perpanjangan dari sistem indera, organ dan saraf kita, yang pada
urutannya menjadikan dunia menjadi terasa kecil. Lebih dari itu, kekuatan media
massa telah menjelma bagaikan “agama” atau “tuhan” sekuler, dalam artian
perilaku orang tidak lagi ditentukan oleh agama-agama tradisional, tetapi tanpa
disadari telah diatur oleh media massa, semisal program televisi.
3)
Munculnya
radikalisme etnis dan keagamaan. Fenomena ini muncul diduga sebagai reaksi atau
alternatif ketika orang semakin meragukan terhadap kebenaran sains, teknologi
dan filsafat yang dinilai gagal memenuhi janjinya untuk membebaskan manusia,
tetapi sebaliknya, yang terjadi adalah penindasan.
4)
Munculnya kecenderungan baru untuk menemukan
identitas dan apresiasi serta keterikatan rasionalisme dengan masa lalu.
5)
Semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban)
sebagai pusat kebudayaan, dan wilayah pedesaan sebagai daerah pinggiran. Pola
ini juga berlaku bagi menguatnya dominasi negara maju atas negara
berkembang.Ibarat negara maju sebagai “titik pusat” yang menentukan gerak pada
“lingkaran pinggir”.
6)
Semakin terbukanya peluang bagi klas-klas
sosial atau kelompok untuk mengemukakan pendapat secara lebih bebas. Dengan kata
lain, era postmodernisme telah ikut mendorong bagi proses demokratisasi.
7)
Era postmodernisme juga ditandai dengan
munculnya kecenderungan bagi tumbuhnya eklektisisme dan pencampuradukan dari
berbagai wacana, potret serpihan-serpihan realitas, sehingga seseorang sulit
untuk ditempatkan secara ketat pada kelompok budaya secara eksklusif.
8)
Bahasa yang digunakan dalam waacana
postmodernisme seringkali mengesankan ketidakjelasan makna dan inkonsistensi
sehingga apa yang disebut “era postmodernisme” banyak mengandung paradox
D.
Tokoh-Tokoh Postmodern
Tokoh-tokoh memegang
peran penting sebab tokohlah, sebagai subyek, yang bertugas untuk
mengakumulasikan konsep-konsep sehingga menjadi teori. Setiap tokoh adalah
mata rantai terakhir dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuam demi kemajuan
umat manusia secara keseluruhan. Tokoh – tokoh periode postmodern antara lain:
1. Charles
Sanders Peirce
Peirce lahir di USA (
1839-1914). Sebagai ahli semiotika, logika, dan matematika, Pairce lahir
sezaman dengan saussure tetapi Peirce melangkah lebih jauh daripada
Saussure dengan latar belakang sebagai ahli filsafat, ia dapat melihat dunia di
luar struktur sebagai struktur bermakna. Berbeda dengan Saussure dengan konsep
diadik, Peirce menawarkan konsep triadik sehingga terjadi jeda antara oposisi
biner. Pierce jugalah yang mengembangkan teori umum tanda-tanda, sebaliknya
Saussure lebih banyak terlibat dalam teori linguistik umum.
Pada dasarnya Peirce
tidak banyak mempermasalahkan estetika dalam tulisan-tulisannya.Akan tetapi
teori-teorinya mengenai tanda menjadi dasar pembicaran estetika generasi
berikutnya.Menurutnya makana tanda yang sesungguhnya adalah mengemukakan
sesuatu.Tanda harus diinterpretasikan agar dari tanda yang orisinil berkembang
tanda-tanda yang baru.Tanda selalu terikat dengan sistem budaya, tanda-tanda
tidak bersifat konvensional, dipahami menurut perjanjian, tidak ada tanda yang
bebas konteks. Tanda selalu bersifat plural, tanda-tanda hanya berfungsi
kaitannya denga tanda lain.
2. Roman
Osipocich Jakobson
Jakobson adalah
seorang linguist, ahli sastra, dan semiotikus yang lahir di Rusia
(1896-1982).Pusat perhatiannya adalah integrasi bahasa dan sastra sesuai dengan
tulisannya yang berjudul “Linguistics and Poetics”.Jakobson
melukisakan antar hubungan tersebut dengan mensejajarkan enam faktor bahasa dan
enam fungsi bahasa yang disebut poetic function of lenguage.
Enam faktor bahasa,
yaitu:
Contecxt
Addresser
Message
Addressee
Contact
Code
Enam fungsi bahasa, yaitu:
Referential
Emotive
Poetic
Conative
Phatic
Metalingual
3. Jan
Mukarovsky
Mukarovsky lahir di
Bohemia(1891-1975). Sebagai pengikut strukturalisme Praha, ia kemudian
mengalami pergeseran perhatian dari struktur ke arah tanggapan pembaca. Aliran
inilah yang disebut strukturalisme dinamik. Sebagai pengikut kelompok formalis,
ia memandang bahwa aspek estetis dihasilkan melalui fungsi puitika bahasa,
seperti deotomatisasi, membuat aneh, penyimpangan, dan pembongkaran norma-norma
lainnya. Meskipun demikian, ia melangkah lebih jauh, aspek estetika melalui
karya seni sebagai tanda, karya sastra sebagai fakta transindividual.
Singkatnya, karya sastra harus dipahami dalam kerangka konteks sosial, aspek
estetis terikat dengan entitas sosial tertentu.
Peran
penting Mukarovsky adalah kemampuannya untuk menunjukkan dinamika antara
totalitas karya dengan totalitas pembaca sebagai penanggap.Ia membawa karya
sastra sebagai dunia yang otonom tetapi selalu dalam kaitannya dengan tanggapan
pembaca yang berubah-ubah. Menurutnya, sebagai struktur dinamik, karya sastra selalu
baerada dalam tegangan antara penulis, pembaca, kenyataan, dan karya itu
sendiri
4. Hans
Robert Jauss
Jauss lahir di
Jerman.ahli sastra dan kebudayaan abad pertengahan, Jauss ingin memperbaharui
cara-cara lama yang semata-mata mendiskripsikan aspek-aspek kesejarahan
sehingga menjadi lebih bersifat hermeneuitas.Tetapi di pihak lain, ia juga
ingin memperbaharui kelemahan kelompok formalis yang semata-mata bersifat
estetis dan kelompok Marxis yang semata-mata bersifat kenyataan.
Tujuan pokok Jauss
adalah memebongkar kecenderungan sejarah sastra tradisional yang dianggap
bersifat universal teleologis, sejarah sastra yang lebih banyak berkaitan
dengan sejarah nasional, sejarah umum, dan rangkaian periode.Konsekuensi
loguisnya adalah keterlibatan pembaca.Untuk mempertegas peranan pembaca ini,
Jauss mengintroduksi konsep horison harapan (Erwatungshorizont). Horison
harapan mengandaikan harapan pembaca, cakrawala pembaca, citra yang timbul
sebagai akibat proses pembacaan terdahulu. Jadi, nilai sebuah karya,
aspek-aspek estetis yang ditimbulkannya bergantung dari hubungan antara
unsur-unsur karya dengan horison harapan pembaca.
5. Jurij
Mikhailovich Lotman
Lotman lahir di rusia
(1922). Lotman (Fokkema-Kunne Ibsch, 1977: 2) adalah seorang ahli semiotika struktural,
ahli Rusia abad XVII dan XIX. Konsep dasar yang dikemukakan adalah
peranan bahasa sebagai sistem model pertama (ein primares
modellbildendens system) (PMS) sekaligus sebagai sistem model kedua (ein
sekundares modellbildendes system) (SMS), seperti sastra, film, seni,
musik, agama, dan mitos.Dalam sejarah sastra barat, Lotman (1977: 24-25) juga
membedakan antara estetika persamaan atau identitas (the aesthetic of identy)
dengan estetika pertentangan atau oposisi (the aesthetic of opposition).Estetika
pertama merupakan ciri khas foklor atau karya-karya sastra lama. Sedangkan
estetika yang kedua merupakan ciri karya-karya romantisme, realisme, garda
depan, dan karya-karya sastra modern.menurut Lotman (Fokkema dan Kunne-Ibsch,
1977: 41-43), karya sastra yang bermutu tinggi justru karya-karya yang
menawarkan banyak entropy, kaya dengan ketidakterdugaan yang
tinggi. Aspek estetis dicapai dengan adanya kaitan erat antara aspek semantis
dengan aspek formal teks, sehingga dalam bahasa sehari-hari yang tidak memiliki
makna menjadi bermakna.
6. Roland
Barthes
Barthes adalah seorang
ahli semiotika, kritikus sastra, khususnya naratologi.Barthes lahir di
Cherbourg, Perancis (1915-1980).Barhes dan dengan pengikutnya menolak keras
pandangan tradisional yang menganggap pengarang sebagai asal-usul tunggal karya
seni.Jenis paradigma ini telah dikemukakan oleh kelompok strukturalis, makna
karya sastra terletak dalam struktur dengan kualitas regulasinya.Melalui
Bartheskarya sastra mempunyai kekuatan baru, memperoleh kebebasan khususnya
penafsiran pembaca.Meskipun demikian kenikmatan dan kebahagiaan dalam membaca
teks mempunyai arti yang lebih luas, dan dengan sendirinya lebih etis dan
estetis. Konsep lain yang dikemukakan adalah teks sebagai readerly (lisible)
dan writterly (rewritten/scriptible). Teks tidak
semata-mata untuk dibaca, tetapi juga untuk ditulis (kembali).Dalam
entensitas readerly penulislah yang aktif, sedangkan pembaca
bersifat pasif.Sebaliknya dalam writterly, dengan anggapan bahwa
penulis berada dalam kontruksi anonimitas, maka pembacalah yang bersifat aktif,
melalui aktivitas menulis.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Postmodern pada
dasarnya mempelajari tanda pada bahasa, periode postmodern lebih banyak
memberikan perhatian pada tanda-tanda, sebagai estetika semiotis, dengan
pertimbangan bahwa kualitas estetis bersumber dari dan dihasilkan melalui
pemahaman terhadap sistem tanda.Postmodernisme, pada hakikatnya, merupakan
campuran dari beberapa atau seluruh pemaknaan hasil, akibat, perkembangan,
penyangkalan, dan penolakan dari modernisme Postmodernisme adalah kebingungan
yang berasal dari dua teka-teki besar.
B.
Saran
Dalam penyusunan
makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang harus
dilengkapi, sehingga kami mengharapkan saran dari pembaca untuk memperbaiki
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ratna, Nyoman
Kutha.2011.estetika sastra dan
budaya.Yogyakarta: Pustaka
Belajar